Rabu, 08 Juli 2009

HEMBUSAN NAFAS RAKYAT PINGGIRAN



Asap rokok kretek mengepul dari bibir tebal menghitam karena racun nikotin.
Entah sudah berapa batang yang hilang menjadi abu. Racun nikotin adalah satu-satunya teman yang setia menemani hari-hari yang tiada henti menyuguhkan tantangan hidup di dunia yang porak poranda dimakan kerakusan manusia. Kenikmatan batang nikotin yang dinafikan manusia bahagia, adalah kehangatan bagi manusia yang bergelut dengan derita. Racun nikotin suka tidak suka telah menyumbang kantong Negara-negara terbelakang hingga sekeras apapun ahli agama berteriak-teriak haram, toh tetap saja mengepul menguasai udara yang dihirup manusia.




Gulungan tembakau hasil petani-petani putus asa sedikit meredakan ketegangan saraf-saraf yang seharian penuh dipaksa bekerja. Pengapnya udara karena asap mungkin tidak kalah dengan pengapnya penjara Sukarno di Sukamiskin. Saat-saat seperti ini mungkin waktu itu Sukarno merasakan betapa bodohnya hidup yang dia jalani. Wajar sajalah, bagaimana tidak? Sukarno pemuda tampan memperistri janda kaya dengan harta dari suaminya terdahulu, meski tanpa bekerja pun hidupnya sudah akan nikmat. Penderitaan hidup memang menuntut balas dendam dengan dengan seribu kenikmatan di kemudian hari, semua orang yang tidak naïf tentu akan setuju. Karenanya dapat dimaklumi bila dikemudian hari Sukarno menjadi tukang kawin, biarpun sumpah serapah bajingan, bangsat, penjahat kelamin atau apapun semua dilontarkan semua pasti akan setuju bila ada yang barkata, “ Sontoloyo! Emang gua pikirin?” Hidup Sukarno! Sang Proklamator!



Satu batang lagi disulut dengan api yang menyala panas, pedih dan keras terasa dikulit yang tanpa sengaja menyentuh. Kerasnya kehidupan memang bisa membuat orang menjadi lupa dan akan melakukan segalanya demi mendapatkan nikmat hidup ini. Kurang lebih saat ini mungkin sama yang dirasakan Soeharto ketika mendapati betapa kerasnya persaingan pangkat dan jabatan di dinas militer. Darah dan air mata yang dipertaruhkan di medan perang menuntut terpenuhinya nafsu penghormatan dan penghargaan yang tinggi dari Negara dan Bangsa. Apabila harus memotong dana anggaran dari jatah militer, itu adalah hal yang terpaksa dilakukan demi tetap menjaga wibawa sebagai seorang perwira dimata anak buahnya. Dan apabila semua itu berlangsung terus dan membudaya sampai jabatatan tertinggi sudah dapat diraih, biarpun kata-kata makian anjing, babi, bedebah dan seribu makiannya lainnya dimuntahkan. Tidak perlu heran bila semua orang yang begitu akan bilang, “So what gitu loch… Gua suka, daripada itu loe kelaut aja….” Hidup Pak Harto! Bapak pembangunan!



Bungkus rokok kretek baru mulai dibuka, satu batang dikeluarkan. Namun sebelum korek api dinyalakan, batang rokok itu diamati dengan teliti. Ada sedikit cela, kertas rokok itu terlihat terkoyak retak. Setelah batang rokok itu dinyalakan barulah tersadar mungkin seperti itu setidak-tidaknya yang dirasakan B.J Habibie ketika mendapatkan mandat menjadi presiden setelah Soeharto menyatakan diri berhenti dari jabatan tersebut. Sebagai seorang ahli teknologi pastilah B.J Habibie tahu benar bahwa jabatan presidennya penuh dengan aroma kontroversi dan kurang mendapat legitimasi dari rakyat. Meski dalam hati kecilnya dia berpendapat bahwa hanya dia pantas menjadi presiden dan layak untuk tetap menyandangnya sampai 5 tahun masa jabatan Soeharto berakhir. Puluhan tahun hidup diabdikan untuk untuk bangsa dan Negara dengan membuat pesawat yang bisa ditukar dengan beras ketan dan komoditas lainnya. Meski harus menerima cacian dan makian sebagai antek, abdi, budak Soeharto, ditujukan kepadanya. Harap maklum bila banyak yang setuju bila mengatakan bahwa penentang Habibie adalah, “Orang yang tidak tahu ‘high technology’ di jaman millennium. Dasar ndeso tidak ‘intelek’!” Hidup Habibie, Bapak technology!



Batang rokok masih menyala tapi hanya tinggal setengah batang, mata sudah terasa panas memerah. Sedikit banyak mungkin seperti itu yang dirasakan Abdurahman Wachid saat mendengar hasil voting sidang MPR bahwa mendapat suara terbanyak dalam pemilihan Presiden. Aneh, mungkin juga dirasakannya. Kok bisa-bisanya orang yang dalam kondisi tidak sehat, dipilih sebagai Presiden. Orang-orang goblok atau blo’on anggota MPR tersebut? Tapi yang penting sudah menjadi Presiden, ongkos kesehatan ditanggung Negara dan bisa traveling gratis lagi, siapa bisa menolak? Ditambah lagi dapat bantuan dari sahabat dari Negara lain, bisa dimasukkan ke kantong sendirilah. Walaupun dipandang rakyat sebagai ulama tetap saja ada umpatan dan sindiran sebagai Presiden boneka, kelinci percobaan, pro yahudi dan lain sebagainya. Tapi toh dengan entengnya rakyat banyak yang setuju bila mengatakan, “ Begitu saja kok repot? Orang ini Negara bubrah!” Hidup Gus Dur, Bapak Tionghoa!



Batang rokok baru mulai dinyalakan, bau tembaku sudah sangat menyengat bersatu dengan aroma keringat badan. Perasaan yang sama mungkin juga seperti itu dirasakan Megawati saat menerima uang hasil dari SPBU miliknya dan mendengar kabar bahwa sidang MPR menetapkan dia sebagai Presiden menggantikan Gus Dur yang telah dipecat. Anak Presiden manjadi Presiden, pasti sudah terbayang-bayang di dalam benak bagaimana nanti bisa menata Istana-istana keprisidenan seperti selera bapaknya dahulu. Bisa bepergian kunjungan kerja ke daerah sekaligus mengecek kinerja SPBU.nya, kemana-mana disegani sebagai anak proklamator. Bisa mengangkat sahabat-sahabat terdekatnya menjadi pejabat-pejabat Negara, tidak perduli orang-orang itu telah menyakiti pendukung setianya waktu melawan tirani Soeharto. Sebagai akibatnya banyak cemo’ohan pun mengalir, tidak akademis, bisu, tuli dan lain-lain. Namun tetap saja semua terdiam dan setuju bila terdengar, “Pro rakyat kecil di Bantar Gebang! “ Hidup Bu Mega, Presiden perempuan pertama!



Asap rokok dihisap dalam, terasa pening di kepala. Rasa yang sama mungkin dirasakan Susilo Bambang Yudhoyono saat harus memutuskan untuk mengkhianati Megawati sebagai atasannya di kabinet pemerintah. Keputusan yang harus dilakukan, karena siapa yang tidak mau menjadi Presiden? Presiden, jabatan yang bisa membanggakkan keluarganya apalagi kalau nanti semua bisa dimasukkan dalam lingkaran kekuasaan, bisa makmur seluruh keluarganya. Sang mertua, almarhum Sarwo Edi, orang yang secara halus telah disingkirkan Soeharto tentu akan bangga di alam kuburnya. Setelah menjadi Presiden semua pun bisa terwujud, nama besar keluarganya terangkat. Istana baru pun dikenalkan, tidak kalah dengan istana Cendana milik Soeharto. Gunjingan pro dan kontra pun tidak terhindarkan lagi sebagai jendral AC. antek kapitalis Amerika, Presiden normative hanya mengejar angka-angka semata dan tidak merakyat. Lagi-lagi semua banyak yang terdiam bila mendengar. “Semua itu dilanjutkan tidak? Lanjutkan!” Hidup SBY, Bapak Demokrat!



Batang rokok yang terselip diantara jari tinggal sisa di ujungnya dengan bara merah menyala. Azan terdengar berkumandang, waktunya sedikit mengurangi jatah masa aktif di neraka jahanam.


Baca selengkapnya...



Translation

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

by : BTF

Shoutmix


ShoutMix chat widget

Technorati

Lagu Untukmu

Profil

Foto Saya
F D R I
Kekuasaan sejati adalah amanah untuk keadilan, kesejahteraan dan kedamaian rakyat.
Lihat profil lengkapku


blog-indonesia.com


blogarama - the blog directory



View My Stats


Add to Technorati Favorites



Add to Technorati Favorites

 

Copyright © 2009 by FRONT DAULAT RAKYAT INDONESIA